Sindikat Pemalsuan Sertifikat Tanah Di Palembang di Tangkap Polisi

Palembang467 Dilihat

Palembang, KabarSumsel.com- dua orang sindikat pemalsuan sertifikat pengakuan hak (SPH) dan  sertifikat tanah yang di laporkan oleh mantan kepala desa Sukamukti akibat tanda tangan dan stempel cap basah desa yang di palsukan, Desa Sukamukti kecamatan Mesuji kabupaten OKI, Kamis malam (16 Desember 2021)

Kedua pelaku yang di jemput petugas berada di lokasi lahan milik PT Trekreasi Marga Mulya menduduki lahan yang di klaimnya menggunakan SPH palsu dan Sertifikat Tanah terbitan 2019 yang telah di batalkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sumsel.

Kedua pelaku adalah Abu Sairi warga Sukamukti  berperan mengumpulkan masyarakat yang ingin membuat sertifikat dengan biaya Rp 10 juta rupiah, dari pengakuannya ia mendapat keuntungan 50 juta.

Sedangkan rekannya Sudirman warga Sukamukti berperan sebagai pemalsu dari tanda tangan kepala desa serta cap basah yang terbukti setelah di lakukan uji otentikasi terlihat perbedaan jelas  pada cap palsu tertulis kabupaten OKI yang semestinya kabupaten Ogan Komering Ilir.

Namun ada dua lagi pelaku yang kini berstatus sebagai DPO Polda Sumsel berinisial Y dan B warga Sukamukti dimana B berperan sebagai aktor intelektual pemalsuan SPH dan sertifikat tanah berjumlah 36 berkas, dimana per sertifikat memiliki luas dua hektare.

Seperti yang diterangkan Dirreskrimum Polda Sumsel Kombes pol Hisar Sillagan penjemputan kedua pelaku ini setelah mangkir dua kali pemanggilan tim penyidik untuk di mintai keterangan.

“Sebelumnya B, AS,Y, dan S ini mangkir dua kali pemanggilan penyidik, sehingga kita terbitkan surat perintah untuk membawa, lantas tim ke lokasi mencari tiga orang tersebut,”ungkap Direktur Ditereskrimum Polda Sumsel, Kombes Pol Hisar Sillagan.

Lebih lanjut, saat di lokasi hanya di temukan salah satu tersangka yakni Abu Sairi, namun setalah berhasil membawa Abu Sairi dalam perjalanan pulang, situasi berubah drastis memanas dimana warga Sukamukti mengeluarkan tembakan dan menghalangi operasi polisi.
” Namun pada saat kita bawa, tiba-tiba ada sekelompok masyarakat yang berusaha menyerang petugas dengan menabrak barikade petugas, kemudian ada aba aba letusan lima kali”. Ujarnya (20/12)

Ditegaskan, BPN Sumsel cepat tanggap membatalkan 36 sertifikat tanah tersebut akibat ditemukanya pemalsuan SPH guna menerbitkan sertifikat tanah diterbitkan 2019 dengan mendompleng program pemerintah penerbitan sejuta sertifikat tanah, yang menjadi konflik antara warga yang mengklaim tanah HGU milik PT TMM.

“Berawal dari laporan polisi, dari mantan kades yang sekarang sudah tidak menjabat lagi, pada saat pembuatan Marka tanda tangannya di palsukan untuk pembuatan SPH, dengan pembuatan SPH ini munculah sertifikat yang menjadi konflik pertanahan antara warga setempat dengan perusahaan”. terangnya

Lebih lanjut, tim penyidik juga sudah memanggil petugas BPN OKI yang telah menerbitkan sertifikat tanah tersebut.
“Dari petugas BPN OKI yang menerbitkan sudah kita lakukan pemeriksaan, dan masih kita kembangkan lagi”. Ujarnya

Sementara itu, dari tangan kedua tersangka polisi mengamankan 36 SPH dan sertifikat ya g telah di terbitkan, dari perbuatannya pelaku di kenakan pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, dengan ancaman 9 tahun penjara.

” Mereka mengaku adalah yang membuka lahan, namun setelah lahan itu berstatus HGU PT TMM, dan sudah terdapat tanaman sawit yang siap panen mereka ingin mengklaim lahan tersebut”. Ujarnya

Sementara, dari kedua tersangka yang diamankan mengakui perbuatannya memalsukan tanda tangan kepala desa serta cap basah desa Sukamukti.

Abu Sairi mengakui mengakui hasil penerbitan sertifikat tanah tersebut meraup uang Rp 50 juta rupiah yang di setorkan kepada B yang masih dalam pengejaran. Rekannya Sudirman yang juga telah di amankan mengakui telah memalsukan tanda tangan kades mereka.

“Pemalsuan itu sekitar tahun 2019. Saya yang ngumpulin KTP dan KK itu aku ajukan masih keluarga saya, kami nyetor ke B dia yang mengeluarkan SPH”ungkapnya

Dari kedua pelaku mengklaim bahwa tanah yang kini bersengketa adalah miliknya, dengan alasan mereka lah yang membuka sebagian lahan seluas 70 hektar yang berkonflik. (Ettri Puspita)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *